Saya mengartikan “promo hybrid” di dunia musik itu adalah promo yang dilakukan dengan menggerakan 2 komponen yaitu darat dan udara. Darat itu bisa diartikan secara konvensional, sementara udara itu lebih ke digital.
Jika diimplementasikan kepada dunia musik (konten musik), maka promo hybrid lewat darat itu adalah publikasi yang dilakukan melalui airplay radio, perform televisi, dan pemberitaan di media massa.
Sementara promo hybrid lewat udara itu adalah publikasi yang menerapkan strategi influenzer dan KOL (Key Opinion Leader) di berbagai medsos. Promo semacam ini sangat seksi di jaman digital seperti sekarang.
Sejak merebaknya digital di dunia musik, maka promo konten musik dilakukan dengan 2 cara. Keduanya masih punya kekuatan yang sama karena masing-masing punya kelebihan, walaupun konvensional itu sudah ditopang oleh sumber daya digital.
Saya ambil contoh, saat ini masyarakat bisa mendengar siaran radio dari kota bahkan dipancarkan secara digital dari negara manapun. Padahal dulu masyarakat hanya bisa mendengar siaran radio di sekitar area pemancar radio tersebut.
Untuk menyukseskan konten musik di Indonesia, sebaiknya konsep hybrid (darat dan udara) harus dijalani. Karena masyarakat konsumen musik di tanah air masih ada di dua ranah tersebut.
Hal ini bisa terlihat jelas di depan mata kita, bagaimana publikasi darat (spanduk, poster dan baliho para politisi dan partai) bergelimang di jalanan. Artinya, masyarakat Indonesia masih membutuhkan publikasi darat.
Salam No Music No Life!