Musik dan media massa saling terkait, karena keduanya saling bersinergi dan simbiosis. Tak bisa dipungkiri, sekarang ini banyak artis musik lahir dari media massa, contohnya program-program ajang pencarian bakat.
Ada sebagian orang beranggapan jenis-jenis media seperti televisi, radio, media cetak dan media online, tidak berapa diperlukan lagi. Alasannya, kekuatan media-media tersebut makin menurun atau tergerus oleh yang namanya medsos (media sosial). Tentunya hal ini menjadi PeEr (Pekerjaan Rumah) yang harus disikapi bagi pihak pengelola media .
Padahal, media-media massa seperti yang disebutkan di atas adalah pilar kelima dalam sebuah negara. Makanya, radio diberi julukan “the fifth estate” yaitu kekuasaan kelima setelah pers. Radio diberi julukan tersebut karena radio bersifat langsung, radio siaran tidak mengenal jarak dan rintangan serta radio siaran memiliki daya tarik.
Pe Er yang dimaksud, semua media termasuk radio harus berbenah diri menghadapi tantangan global dunia yang kian tajam dalam berteknologi, terutama menciptakan trend. Semua media massa artinya harus super kreatif dan revolusioner dalam pengelolaan menciptakan daya tarik di masyarakat agar nantinya para pengiklan berdatangan.
Pengamatan saya, saat ini banyak media yang berkonsep “one stop” dalam pengelolaan bisnisnya. Dimana dalam satu atap ada media onlne, ada radio, ada TV, dan ada event organizernya untuk kegiatan. Ini yang saya maksud sebagai “Plus Plus”
Setahu saya, media “Plus Plus” seperti ini sudah banyak muncul sejak 20 tahun lalu. Cuma pengelolanya tidak konsisten dan tak bertahan lama. Makanya rontok karena krisis ekonomi. Tapi saya yakin di era start up ini, media massa secara bisnis akan lebih eksis dan establish dengan konsep “Plus Plus”nya.
Salam No Music No Life!